Kamis, 13 Maret 2008

JEND. TNI (PUR) WIRANTO

Janjikan Perlindungan HAM


Mantan Panglima ABRI Jenderal (Purn) Wiranto dan Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Salahuddin Wahid dideklarasikan sebagai calon presiden dan wakil presiden dari Partai Golongan Karya. Pasangan ini menawarkan lima agenda penyelamatan bangsa. Wiranto yang diterpa tuduhan terlibat pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam kasus kerusuhan Mei 1998 dan Timor Timur berjanji akan menegakkan hukum dan perlindungan HAM.

Wiranto berkeyakinan bahwa sinergi yang saat ini mereka bangun akan menjadi modal untuk mencapai sukses pemerintahan 2004-2009 yang akan datang, yaitu pemerintah yang kuat dan efektif guna memenuhi harapan seluruh rakyat Indonesia yang tenteram, aman, dan sejahtera.

Dalam pidato yang disampaikan pada acara "Permohonan Doa Restu" di Gedung Bidakara, Jakarta, Selasa 11 Mei 2004, Wiranto menegaskan kembali tekadnya untuk memimpin pemerintahan hanya selama satu periode. Ia percaya banyak generasi muda di bawahnya yang lebih cerdas, muda, berani, dan berpotensi untuk meneruskan segala upaya yang ia lakukan selama satu periode.

Kelima agenda penyelamatan bangsa yang mereka tawarkan itu adalah: Pertama, penegakan hukum dan perlindungan HAM serta menjamin keamanan nasional. Kedua, mewujudkan pemerintahan yang baik. Ketiga, melaksanakan pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama mengentaskan kemiskinan dan menyediakan lapangan kerja bagi penduduknya, pelayanan kesehatan pada masyarakat kecil. Keempat, mengajak pemerintah, masyarakat, dan swasta untuk bersama-sama memperbaiki sistem pendidikan nasional. Kelima, melakukan langkah rekonsiliasi nasional.

***

Namanya cukup fenomenal dalam derap awal langkah reformasi di negeri ini. Kini, setelah mencermati perjalanan reformasi dalam lima tahun terakhir, mantan Panglima ABRI ini sungguh merasa terpanggil dan siap menjadi Presiden Republik Indonesia ke-6 untuk meluruskan dan mewujudkan tujuan reformasi yakni Indonesia Baru yang lebih demokratis, lebih aman, adil dan sejahtera. Ia seorang putera bangsa yang diyakini mampu mewujudkan ‘mimpi’ reformasi negeri ini.

Ia pun resmi menjadi Calon Presiden Partai Golkar setelah memenangkan Konvensi Nasional Calon Presiden partai beringin, itu Selasa 20 April 2004. Mantan Panglima TNI ini menang melalui dua putaran pemungutan suara. Di putaran kedua, ia mengalahkan Ketua Umum DPP Partai Golkar Akbar Tandjung yang semula diunggulkan dengan skor 315 -227 suara, dengan abstain 1 dan tidak sah 4 suara.

Pada putaran pertama ia masih diungguli Akbar Tandjung dengan perolehan suara 147-137. Disusul Aburizal Bakrie 118, Surya Paloh 77 dan Prabowo Subianto 39 suara, dengan 28 suara tidak sah dan 1 suara abstein. Namun pada putaran kedua limpahan suara dari kandidat lain lebih banyak beralih ke Wiranto. Diduga berkat kuatnya loby tim sukses Wiranto. Selepas putaran pertama Wiranto sempat bertemu Aburizal Bakrie dan Prabowo. Sementara Surya Paloh dan Wiranto sejak awal sudah menyatakan saling mengalihkan suara jika salah satu masuk putaran kedua. (Berita: Wiranto Capres Golkar)


Keikutsertaannya dalam Konvensi Calon Presiden Partai Golkar merupakan langkah awal untuk mewujudkan keterpanggilannya membalas budi kepada bangsa dan negaranya. Sebab ia berkeyakinan untuk dapat berbakti secara optimal, haruslah dalam jabatan presiden sebagai posisi kunci sesuai sistem ketatanegaraan.

Maka ia dengan tekad bulat mempersiapkan diri untuk menjadi Presiden Republik Indonesia 2004–2009, satu periode saja. Ia yakin akan mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi bangsa ini sekaligus meluruskan dan mewujudkan tujuan reformasi yang belakangan makin salah arah.

"Inilah saatnya saya membalas budi kepada bangsa dan negara yang telah memberikan kesempatan, kehormatan, dan kepercayaan kepada saya yang bukan apa-apa menjadi orang berguna,” ujar putera bangsa kelahiran Yogyakarta 4 April 1947, itu kepada TokohIndonesia DotCom, mengulangi pernyataan yang sering dikemukakannya pada beberapa kesempatan. Ia mengatakan tatkala bangsa ini sedang terluka dan terlunta- lunta, sangat berdosa kalau kita tidak berbuat apa-apa.

Jabatannya selaku Panglima ABRI, saat reformasi mulai digulirkan, telah menempatkannya pada posisi strategis dan sangat berpengaruh pada setiap gerak reformasi itu. Namanya cukup kontroversial sekaligus fenomenal pada awal reformasi digulirkan itu. Saat itu, ia dihadapkan pada situasi yang sungguh sulit.

Ketika itu, ada kasus penculikan aktivis. Demonstrasi mahasiswa yang setiap hari makin membesar. Terjadi Peristiwa Trisakti, Kerusuhan Mei 1998 dan Peristiwa Semanggi. Opini yang berkembang bahwa institusi dan oknum TNI terlibat di dalamnya, bahkan TNI dituduh sebagai pihak yang merancang dan meledakkan beberapa peristiwa itu. Sehingga kemudian para oknum dan pemimpin TNI/Polri dituduh telah melakukan pelanggaran HAM berat.

Suatu rentetan tuduhan yang amat menyakitkan baginya dan bagi jajaran TNI/Polri. Tapi dengan tabah dan cerdas, ia menangani masalah itu dan berulangkali memberi penjelasan bahwa hal itu jelas tidak mungkin dilakukan TNI/Polri. Ketika itu, ia berulangkali mengimbau mahasiswa agar untuk sementara tidak berdemonstrasi di luar kampus karena terbukti dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk membuat kekacauan.

Pada saat Presiden Soeharto menyatakan mundur dan menyerahkan kekuasaan kepada Presiden B.J. Habibie, tanggal 21 Mei 1998, Wiranto menunjukkan kemampuan kearifan secara benar dan konstitusional. Ketika itu, ia mengambil-alih mikrofon serta mengumumkan pernyataan politik ABRI yang antara lain berbunyi: "Menjunjung tinggi nilai luhur budaya bangsa, ABRI akan tetap menjaga kehormatan dan keselamatan para mantan presiden termasuk Presiden Soeharto."

Keberanian dan kearifan Wiranto mengeluarkan pernyataan tersebut telah menyelamatkan bangsa Indonesia dari kemungkinan menjadi bangsa barbar. Sebab jika tidak, sangat mungkin ribuan massa yang emosional bergerak dari gedung DPR/MPR-RI untuk melakukan apa yang disebut pengadilan rakyat terhadap mantan Presiden Soeharto dan keluarganya.

Di samping itu, pernyataannya itu, telah berhasil menciptakan suatu kondisi sehingga pelaksanaan peralihan kepemimpinan berlangsung dengan tertib dan selalu berpijak kepada konstitusi. Padahal, sesuai kewenangan yang ada padanya, ia berpeluang untuk mengambil-alih kekuasaan.

Konon, menjelang Presiden Soeharto berhenti sebagai Presiden, ia selaku Menhankam/Pangab mendapat semacam "Super Semar", yakni Instruksi Presiden No 16/1998 tertanggal 18 Mei 1998, yang mengangkatnya sebagai Panglima Komando Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional. Instruksi Presiden itu memberikan wewenang untuk menentukan kebijaksanaan tingkat nasional, menetralisir sumber kerusuhan. Serta semua menteri dan para pejabat tingkat pusat/daerah diinstruksikan oleh Presiden untuk membantu tugas pokok Panglima tersebut.

Tetapi ia tidak memanfaatkan instruksi tersebut untuk membuka kesempatan baginya mengambil-alih kekuasaan. Ketika itu, Letjen Susilo Bambang Yudhoyono yang menjabat Kasospol menanyakan kepadanya, “Apakah Panglima akan mengambil-alih kekuasaan?" Dengan tegas ia jawab, "Tidak, kita akan menghantar pergantian kekuasaan secara konstitusional!"

Ia lebih mengutamakan kepentingan bangsanya daripada menuruti ambisi pribadi. Ia memahami bahwa dengan mengambil-alih kekuasaan masalah kebangsaan tidak akan terselesaikan, bahkan mungkin lebih buruk lagi.

Secara konsisten sikap yang sama diambil tatkala dicalonkan sebagai wakil presiden. Ia dua kali dicalonkan sebagai wakil presiden dan kedua kesempatan itu dilepaskannya dengan pertimbangan tanggungjawabnya sebagai penjaga keamanan negerinya.

Pertama, saat diminta mendampingi pencalonan kembali Presiden B.J. Habibie (sebelum Laporan Pertanggungjawabannya ditolak MPR), ia mundur karena menyadari bahwa tidak mungkin ikut dalam proses rivalitas kepemimpinan nasional sambil bersamaan memimpin pengamanan proses itu sendiri. Ibaratnya wasit sepak bola ikut sebagai pemain pada salah satu kesebelasan.

Kedua, saat bersaing dengan kandidat lainnya termasuk Megawati Soekarnoputri, ia justru memutuskan mundur karena kuatir akan adanya amuk massa apabila pesaingnya dikalahkan sebagaimana pada saat pemilihan presiden saat itu. Bali dan Solo sudah terbakar akibat kekecewaan massa pendukung yang fanatik atas kekalahan Megawati dalam pemilihan presiden. "Saya tak ingin mendapatkan kekuasaan di atas korban dan puing-puing bangsa saya," tegas mantan Ajudan Presiden Soeharto ini.

Maka tak heran bila Anthony Spaeth, dalam "General Wiranto is The Man to Watch," Time, edisi 1 Juni 1998, menuturkan: "Fakta yang menunjukkan bahwa ia tidak mau mengambil jabatan nomor satu memperlihatkan jiwa besar dan loyalitasnya. Dengan mendukung suksesi yang tertib dan konstitusional, Wiranto yang berpembawaan sangat tenang itu, telah menempatkan posisinya pada posisi kuat."

Secara lebih rinci dan jelas, Wiranto menguraikan berbagai pengalaman dan peristiwa yang dilaluinya pada setiap situasi itu dalam buku ‘Bersaksi di Tengah Badai’ dan ‘Mengenal Wiranto Calon Presiden RI 2004-2009’. Kedua buku ini diterbitkan oleh Institute for Democracy of Indonesia, 2003.

Reformis
Jika ditelusuri secara cermat, beberapa tindakan nyata yang dilakukannya pada awal bergulirnya reformasi itu, sesunggunya ia adalah pelaku reformasi menuju tujuan yang benar yakni mewujudkan Indonesia Baru yang demokratis, adil dan sejahtera. Ia malah sangat kecewa melihat cara berpikir dan tindakan beberapa orang yang menamakan diri reformis yang justeru benar-benar berwatak status quo, tidak bisa melihat dan mengakui berbagai perubahan di sekeliling karena takut kehilangan retorika.

Sementara, ia selaku Panglima TNI bersama segenap jajarannya, telah melakukan banyak hal untuk mendukung proses reformasi agar berjalan secara konstitusional, konseptual, dan pada arah yang benar. Pertama, ia menyetujui pendapat akhir Fraksi ABRI pada persidangan SU-MPR Maret 1998, yang menyatakan bahwa reformasi merupakan keharusan yang tak terelakkan.

Menjelang Presiden Soeharto berhenti sebagai presiden, ia mengusulkan dibentuk suatu komite reformasi guna membantu Presiden memenuhi tuntutan rakyat. Pada Juni 1998, ia membentuk tim yang menyusun pokok-pokok pikiran ABRI tentang reformasi menuju pencapaian cita-cita nasional yang hasilnya kemudian diserahkan secara resmi kepada pemerintah dan pimpinan DPR/MPR-RI.

Pada April 1999, Polri dipisahkan dari ABRI dan selanjutnya ABRI kembali menjadi TNI. Selanjutnya, pada Juni 1999, ia melakukan reformasi internal ABRI melalui suatu seminar di Bandung yang menghadirkan pakar-pakar dari sipil dan militer, dalam dan luar negeri, yang hasilnya dinamakan Peran ABRI abad 21.

Rumusan tersebut merupakan langkah-langkah ABRI untuk memastikan posisi yang tepat dalam menyongsong Indonesia masa depan, yang antara lain berisi penghapusan kekaryaan ABRI, penghapusan Dwi Fungsi ABRI, dan menempatkan TNI pada posisi netral dalam percaturan politik nasional. Kemudian diikuti pengurangan jumlah fraksi TNI/Polri di DPR-RI dari 75 menjadi 38 saja.

Maka tak berlebihan kesaksian Hamzah Haz, Wakil Presiden RI, dalam ‘Orang Berkata Tentang Wiranto, 2001” yang menyatakan: "Dari seorang Wiranto, saya menemukan sosok tentara yang reformis, sederhana dan mau mendengar pendapat orang."

Tekun dan Gigih
Ia kini menjadi seorang kandidat Presiden 2004-2009. Seorang prajurit pejuang yang tidak mengenal akhir dalam pengabdian kepada bangsa dan negaranya. Ia seorang putera bangsa yang mempunyai track record dan pengalaman dalam mengatasi berbagai masalah kebangsaan. Ia menjadi pesaing yang sangat memungkinkan dapat mengalahkan calon-calon presiden dari partai lain.

Disiplin, kejujuran, ketekunan dan kegigihan yang telah mendarah-daging sejak kecil dalam dirinya, telah menempanya menjadi pemimpin yang andal. Ia meniti karir dengan tekun dan gigih hingga mencapai jabatan puncak di institusi TNI (ABRI). Padahal, ia datang dari sebuah keluarga sederhana dengan ekonomi pas-pasan. Ayahnya RS Wirowijoto, yang sering dipanggil Pak Mantri, hanya seorang guru Sekolah Rakyat. Namun Sang Ayah telah membimbingnya untuk tekun dan gigih. Begitu pula ibunya Suwarsijah telah mengasuhnya penuh kasih dan menjadi seorang muslim yang bersahaja.

Ia dilahirkan di Yogyakarta pada 4 April 1947. Di tengah serbuan Belanda ke Yogyakarta, orang tuanya harus membawa Wiranto kecil, yang baru berumur satu bulan, pindah ke Solo dengan naik andong. Kuda yang menarik andong (dokar) itu mati dalam perjalanan. Di kota Solo inilah dia mengisi masa kanak-kanak dan remajanya. Di situ ia menempuh pendidikan formalnya dari sejak Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).

Saat kecil ia sering dipanggil Ento. Nama Wiranto sendiri diberikan oleh ibunya yang diambil dari kata Jawa wira dan anto yang artinya anak yang berani atau anak yang kelak diharapkan selalu mengedepankan kebenaran. Pengasuhan Sang Ibu sangat banyak mempengaruhi pembentukan jati dirinya.

Ia putera keenam dari sembilan bersaudara. Mereka hidup sederhana. Meski demikian keluarga ini tidak pernah menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan dan meraih harapannya. Mereka hidup rukun dan penuh kekeluargaan. Kesulitan hidup yang dihadapi, mendorong mereka untuk saling mendukung dan saling berbagi. Daya tahan dan pengendalian diri yang terbina dalam keluarga ini telah pula menempanya menjadi seorang yang jujur, tekun dan gigih.

Sejak kecil ia sudah terbiasa mengendalikan keinginan dan pengaruh lingkungannya. Ia sudah terdidik untuk tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip kejujuran dan hal-hal yang di luar kemampuannya. Orangtuanya senantiasa menasihati agar ia memiliki keyakinan yang kuat dan ketakwaan yang tinggi.

Sejak masa kanak-kanak ia sudah terdididik untuk selalu hidup berdisiplin. Ia, misalnya, sudah harus bangun sepagi mungkin untuk membantu tugas tugas keluarga. Watak, sifat, dan kedisiplinannya mewarisi karakter dan kedisiplinan ayahnya yang berprofesi sebagai guru yang juga mendalami kebatinan Jawa. Begitu pula ibunya, yang dikenal sangat ketat dan tegas paling berperan dalam membentuk kepribadian Wiranto.

Ia termasuk anak yang sangat peduli dengan kewajiban dalam keluarga. Selepas pulang sekolah, misalnya, ia selalu menawarkan diri kepada ibunya tentang pekerjaan yang harus dilakukannya. Bahkan, tak jarang ia juga menawarkan diri untuk berbelanja urusan rumah tangga di pasar.

Ia tergolong seorang pendiam, hanya berbicara seperlunya. Tapi ia seorang yang disenangi teman-temannya. Sebab sejak kecil ia tergolong orang yang kaya ide dan pemikiran yang cukup kritis dan inovatif. Ia sering membuat kegiatan-kegiatan yang sifatnya baru. Sehingga, teman yang lain menjadi sangat senang.

Ia juga orang yang sejak kecil telah terlatih untuk madiri. Saat di TK saja ia tidak pernah lagi diantar. Saat SD dan SMP pun ia berjalan kaki menempuh jarak sekolahnya cukup jauh. Dan, sejak TK, SD, SMP, dan SMA, ia tergolong anak yang pandai. Di kalangan teman-teman sepermainan, ia menjadi pemimpin dan panutan.

Kondisi keluarga ini sangat berpengaruh dalam menyalakan cita-citanya. Sejak kecil ia sudah bercita-cita menjadi tentara. Pada saat remaja, cita-citanya sempat berubah ingin menjadi arsitek. Namun, cita-cita itu tidak kesampaian karena faktor ekonomi. Akhirnya, ia masuk AMN yang dibiyai negara.

Biarpun semasa kecil ia sudah bercita-cita menjadi tentara, tetapi tidak pernah membayangkan bahwa suatu saat akan menjadi orang nomor satu di lingkungan ABRI, apalagi menjadi calon nomor satu di negeri ini. Tapi berkat ketekunan dan kegigihannya, lulusan AMN 1968 ini telah menjabat Panglima ABRI pada tahun 1998 menggantikan pendahulunya Jenderal Feisal Tanjung lulusan AMN 1961.

Kesederhanaan hidup keluarga ini tetap tidak berobah manakala Wiranto telah mencapai puncak karir di TNI. Mereka tak mau memanfaatkan kedudukan dan posisi Jenderal Wiranto untuk keuntungan maupun fasilitas keluarga. Keluarganya tetap memilih hidup sederhana.

Watak yang tumbuh pada pribadi Wiranto dan saudara-saudaranya tampaknya tidak lepas dari didikan kuat ibunya. Hal ini bisa tercermin dari sikap ibunya yang sudah sepuh, menolak keinginan Wiranto untuk mengiriminya sebuah mobil. "Bagaimana nanti nasib tukang becak langganan saya yang mangkal di ujung gang jalan sana?" kata ibunya menolak.

Bahkan memperbaiki rumah tinggal keluarganya, ibunya pun keberatan, khawatir kalau para tetangga justru tidak datang lagi. Akhirnya, rumah tempat tinggal mereka di Solo hingga ibunya wafat, dibiarkan sampai keropos. Barulah setelah ibunya meninggal rumah tempat tinggal keluarga itu diperbesar dan dibangun dalam bentuk rumah padepokan yang terbuka dan digunakan untuk kepentingan kegiatan kampung seperti pengajian, arisan atau bahkan pengantenan.

Jejak Karir
Banyak orang yang sudah lama mengenal sudah memperkirakan karier Wiranto akan terus menanjak. Karena ia dinilai sebagai perwira berusia muda yang tampil cemerlang dengan ide-ide segarnya di setiap bidang tugas yang dipercayakan kepadanya.

Ia memang menjejaki jenjang pendidikan dan karirnya dengan catatan prestasi yang baik, bahkan sebagian besar dengan predikat terbaik. Misalnya Kursus Intelijen di Bogor 1972, Kursus Pembinaan Latihan Satuan di Bandung 1974, Kursus Lanjutan Perwira di Bandung 1975, Seskoad di Bandung 1982, dan Lemhannas di Jakarta 1995.

Kata kuncinya adalah disiplin, kejujuran, ketekunan dan kegigihan. Saat orang lain belajar, ia pun belajar. Saat orang lain isterahat, ia masih tetap belajar. Maka, tidak mustahil kalau ia lebih menguasai persoalan dari yang lain. Kiat yang sangat sederhana dan realistis.

Ketekunan dan kegigihan yang berorientasi prestasi, bukan berorientasi jabatan, itu telah membuahkan jenjang karirnya terus menanjak. Selepas menyelesaikan pendidikan (dilantik) di Akademi Militer Nasional, Magelang (lulus 1968), ia mengawali penugasannya sebagai Perwira Pertama di Korps Kecabangan Infantri (1968). Kemudian menjadi Komandan Peleton Yonif 713 Gorontalo, di sana ia bertugas selama tujuh tahun. Di situ pula ia menemukan jodoh, Rugaiya Usman, SH, puteri Gorontalo, yang dinikahinya tanggal 22 Februari 1975, menjadi keluarga bahagia dan dikaruniai tiga orang anak (dua orang puteri dan satu putera).

Kemudian ia menjabat Komandan Yonif 712 (1982), Karo Teknik Dirbang (1983), Kadep Milnik Pusif (1984), Kepala Staf Brigade Infanteri IX, Jawa Timur (1985), Wakil Asisten Operasi Kepala Staf Kostrad, Jakarta (1987) dan Asisten Operasi Divisi II Kostrad, Jawa Timur (1988).

Selain menekuni dengan gigih setiap jenjang jabatan yang dipercayakan padanya, ia juga tekun mengikuti berbagai pendidikan, latihan dan kursus yang bersifat pengembangan umum dan spesialisasi. Antara lain Sussar Para (1968), Sussarcab Infantri (1969), Susjur Dasar Perwira Intelijen (1972), Suslapa Infantri (1976), Suspa Binsatlat (1977), Sekolah Staf dan Komando TNI AD (1984) dan Lemhanas (1995) sebagai Peserta Terbaik.

Dengan dedikasi dan kemampuan yang dimilikinya, ia pun kemudian diangkat menjadi Ajudan Presiden selama empat tahun (1989-1993) dengan pangkat kolonel. Untuk jabatan itu, ia menyisihkan 14 calon terbaik dari seluruh satuan TNI-AD. Setelah itu, ia dipercaya menjabat Kasdam Jaya selama 18 bulan (1993-1994), jabatan yang menghantarnya memasuki jenjang pangkat perwira tinggi (Brigjen). Kemudian selama 15 bulan (1994-1996) ia menjabat Pangdam Jaya dengan pangkat Mayjen. Pada saat memangku jabatan ini dia melakukan gebrakan dengan menggalakkan Gerakan Disiplin Nasional (GDN).

Karirnya terus menanjak, pada tahun 1996-1997 ia dipercaya menjabat Panglima Kostrad dengan pangkat Letjen. Pada saat itu, sekali lagi dia menunjukkan keberhasilan dalam penggelaran latihan gabungan ABRI di pulau Natuna, suatu latihan terbesar dan terjauh yang pernah dilakukan ABRI.

Setelah satu tahun lebih menjabat Pangkostrad, ia pun diangkat menjabat Kepala Staf Angkatan Darat (1997-1998) dengan pangkat Jenderal. Jabatan yang dipangkunya selama 8 bulan itu antara lain digunakan untuk menggalakkan program ABRI Manunggal Pertanian tatkala Indonesia sangat terpukul dengan krisis pangan pada tahun 1997. Sampai akhirnya, pada usianya 50 tahun, ia mendapat kepercayaan menjabat sebagai Panglima ABRI yang satu bulan kemudian dirangkap dengan jabatan Menhankam Kabinet Pembangunan VII (1998). Jabatan ini tetap dipercayakan padanya pada Kabinet Reformasi Pembangunan - BJ Habibie (1998-1999).

Pada saat menjabat Menhankam/ Pangab inilah dia mengambil keputusan berani dan arif mengawal proses reformasi menuju tujuan yang tepat. Antara lain ia melakukan reformasi internal ABRI, memisahkan Polri dari ABRI, serta memisahkan ABRI dari Golkar agar dapat bersikap netral dan tidak masuk dalam politik praktis.

Kariernya belum terhenti sampai pada pemerintahan Presiden BJ Habibie. Pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, ia pun diajak untuk menyusun kabinet dan sekaligus dipercaya menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam).

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

PRABOWO SUBIANTO

Pensiun dari dinas militer, Prabowo beralih menjadi pengusaha. Ia mengabdi pada dua dunia. Nama mantan Pangkostrad dan Komjen Kopassus ini kembali mencuat, menyusul keikutsertaannya dalam konvensi calon presiden Partai Golkar. Kemudian dalam Musyawarah Nasional (Munas) VI Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan Kongres V Petani 5 Desember 2004 di Jakarta, dia terpilih menjadi Ketua Umum HKTI periode 2004-2009 menggantikan Siswono Yudo Husodo dengan memperoleh 309 suara, mengalahkan Sekjen HKTI Agusdin Pulungan, yang hanya meraih 15 suara dan satu abstein dari total 325 suara.

Putera begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo ini telah kembali ke ladang pengabdian negerinya. Tak berlebihan untuk mengatakannya demikian. Maklum, kendati sudah hampir tiga tahun pulang ke tanah air – setelah sempat menetap di Amman, Yordania – Prabowo praktis tak pernah muncul di depan publik. Apalagi, ikut nimbrung dalam hiruk-pikuk perpolitikan yang sarat dengan adu-kepentingan segelintir elite.

Mantan menantu Soeharto ini lebih memilih diam, sembari menekuni kesibukan baru sebagai pengusaha. ”Kalau bukan karena dorongan teman-teman dan panggilan nurani untuk ikut memulihkan negara dari kondisi keterpurukan, ingin rasanya saya tetap mengabdi di jalur bisnis. Saya ingin jadi petani,” ucap Prabowo.

Diakui, keikutsertaannya dalam konvensi Partai Golkar bukan dilatarbelakangi oleh hasrat, apalagi ambisi untuk berkuasa. Seperti sering diucapkan, bahkan sejak masih aktif dalam dinas militer, dirinya telah bersumpah hendak mengisi hidupnya untuk mengabdi kepada bangsa dan rakyat Indonesia.

Prabowo sangat mafhum, menjadi capres – apalagi kemudian terpilih sebagai presiden – bukan pilihan enak. Karena, siapa pun nanti yang dipilih rakyat untuk memimpin republik niscaya bakal menghadapi tugas yang maha berat. ”Karenanya, Pemilu 2004 merupakan momentum yang sangat strategis untuk memilih pemimpin bangsa yang tidak saja bertaqwa, tapi juga bermoral, punya leadership kuat dan visi yang jelas untuk memperbaiki bangsa,” tambahnya.

Bagi sebagian orang, rasanya aneh menyaksikan sosok Prabowo Subianto tanpa seragam militer. Tampil rapi dengan setelan PDH warna kelabu, lelaki 52 tahun itu memang terlihat lebih rileks jika dibandingkan semasa masih dinas aktif dulu. Senyumnya mengembang dan tak sungkan berbaur dengan masyarakat – utamanya kader-kader Partai Golkar – yang antusias menyambut kedatangannya di beberapa kota.

Dalam setiap orasi selama mengikuti tahapan konvensi calon presiden Partai Golkar, Prabowo bahkan amat fasih bertutur tentang kesulitan yang mengimpit para petani dan nelayan, serta beraneka problem riil di masyarakat yang kian mengenaskan. ”Situasi ini harus cepat diakhiri. Kita harus bangkit dari kondisi keterpurukan dan membangun kembali Indonesia yang sejahtera,” ujarnya di atas podium.

Lahan Pengabdian
Pengabdian memang tak mengenal ruang dan waktu. Yang penting, bagi Prabowo, pengabdian harus dilandasi oleh komitmen dan kesungguhan untuk menjadi yang terbaik. Tentang ini, perjalanan hidup Prabowo – yang hampir separonya diabdikan sebagai prajurit TNI AD – memberi kesaksian penting ihwal bagaimana pengabdian dilakukan. Juga, bagaimana menyikapi risiko dari sebuah keputusan. Jika dicermati, perjalanan hidup Prabowo memang penuh mozaik dan sarat dengan cerita mengharu biru. Suatu perjalanan yang membuatnya lekat dengan pujian, sekaligus cercaan.

Sejarah mencatat, pengabdian 24 tahun Prabowo dalam dinas militer tidak sekadar mengantarkannya menjadi jenderal berbintang tiga. Namun, sekaligus meneguhkan reputasi pribadinya, hingga tercatat sebagai salah seorang tokoh yang berperan dan menjadi saksi penting dalam sejarah republik. Sebagai perwira TNI AD, reputasi alumnus Akabri Magelang (1974) ini memang membanggakan. Karier militernya – yang banyak diisi dengan penugasan di satuan tempur – terhitung lempang.

Pada masanya, Prabowo bahkan sempat dikenal sebagai the brightest star, bintang paling bersinar di jajaran militer Indonesia. Dialah jenderal termuda yang meraih tiga bintang pada usia 46 tahun. Ia juga dikenal cerdas dan berpengaruh, seiring dengan penempatannya sebagai penyandang tongkat komando di pos-pos strategis TNI AD.

Nama Prabowo mulai diperhitungkan, terutama sejak ia menjabat Komandan Jenderal Kopassus (1996) dan aktif memelopori pemekaran satuan baret merah itu. Dua tahun kemudian, ayah satu anak ini dipromosikan menjadi Panglima Kostrad. Posisi strategis yang, sayangnya, tidak lebih dari dua bulan ia tempati. Karier gemilang Prabowo memang kemudian meredup seketika. Sehari setelah Presiden Soeharto mundur dari kekuasaan, 21 Mei 1998, Prabowo – yang ketika itu menantu Soeharto – ikut digusur. Ia dimutasikan menjadi Komandan Sesko ABRI, sebelum akhirnya pensiun dini. Berbarengan dengan itu, bintang di pentas militer itu lantas diberondong dengan aneka rumor. Publik seolah digiring pada stigma serba negatif yang amat memojokkan sang jenderal.

Mulai dari tudingan bahwa dialah dalang (mastermind) dari serangkaian aksi penculikan para aktivis, penembakan mahasiswa Trisakti, penyulut kerusuhan Mei 1998, hingga menerabas ke isu seputar klik dan intrik di kalangan elite ABRI. Mulai dari tudingan adanya ”pertemuan konspirasi” di Markas Kostrad pada 14 Mei 1998, tuduhan hendak melakukan kudeta yang dikaitkan dengan isu ”pengepungan” kediaman Presiden B.J. Habibie oleh pasukan Kostrad dan Kopassus, sampai ke pembeberan sifat-sifat pribadinya
Lebih mengenaskan lagi, hampir semua kekacauan di tanah air sebelum dan sesudah Mei 1998 nyaris selalu dipertautkan dengan Prabowo.

Setelah hiruk-pikuk 1998 berlalu, yang berujung dengan berakhirnya masa dinas militernya, Prabowo kemudian terbang ke Inggris, sebelum bermukim di Yordania. Dari sinilah, ia mulai merintis karier sebagai pengusaha. Sebagai putra dari keluarga begawan ekonomi Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Prabowo sebenarnya tak terlalu asing dengan dunia usaha. Apalagi, selain ayahnya, anggota keluarga yang lain umumnya juga menekuni dunia bisnis.

Tak berbeda dengan di militer, karier Prabowo di dunia usaha pun melesat cepat. Selain karena kesungguhan dan kerja keras, ia juga tergolong cepat belajar. Kini, lima tahun setelah pensiun, ia telah memimpin armada bisnis di bawah payung Nusantara Group. Wilayah usahanya terentang dari Kalimantan Timur hingga Kazakhstan. Dari kelapa sawit, perikanan, pertanian, bubur kertas (pulp) hingga minyak dan pertambangan. ”Militer dan bisnis sama saja. Sama-sama lahan untuk mengabdi, dan sama-sama banyak tantangan yang mesti dihadapi,” tutur Prabowo, yang gigih menawarkan konsep ekonomi kerakyatan dalam visi-misinya sebagai capres Partai Golkar.

PERJALAN KETOKOHANNYA

Biodata :
Nama : Prabowo Subianto
Lahir : Jakarta, 17 Oktober 1951
Agama : Islam

Pendidikan:
SMA: American School In London, U.K. (1969)
Akabri Darat Magelang (1970-1974)
Sekolah Staf Dan Komando TNI-AD

Kursus/Pelatihan:
Kursus Dasar Kecabangan Infanteri (1974)
Kursus Para Komando (1975)
Jump Master (1977)
Kursus Perwira Penyelidik (1977)
Free Fall (1981)
Counter Terorist Course Gsg-9 Germany (1981)
Special Forces Officer Course, Ft. Benning U.S.A. (1981)

Pekerjaan:
Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (1974 – 1998)
Wiraswasta

Jabatan:
Komandan Peleton Para Komando Group-1 Kopassandha (1976)
Komandan Kompi Para Komando Group-1 Kopassandha (1977)
Wakil Komandan Detasemen–81 Kopassus (1983-1985)
Wakil Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad (1985-1987)
Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad (1987-1991)
Kepala Staf Brigade Infanteri Lintas Udara 17/Kujang I/Kostrad (1991-1993)
Komandan Group-3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus
(1993-1995)
Wakil Komandan Komando Pasukan Khusus (1994)
Komandan Komando Pasukan Khusus (1995-1996)
Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (1996-1998)
Panglima Komando Cadangan Strategi TNI Angkatan Darat (1998)
Komandan Sekolah Staf Dan Komando ABRI (1998)

Jabatan Sekarang:
= Ketua Umum HKTI periode 2004-2009
= Komisaris Perusahaan Migas Karazanbasmunai di Kazakhstan
= President Dan Ceo PT Tidar Kerinci Agung (Perusahaan Produksi Minyak Kelapa Sawit), Jakarta, Indonesia
= President Dan Ceo PT Nusantara Energy (Migas, Pertambangan, Pertanian, Kehutanan Dan Pulp) Jakarta,
Indonesia
= President Dan Ceo PT Jaladri Nusantara (Perusahaan Perikanan) Jakarta, Indonesia

Tanda Jasa/Penghargaan:
= Bintang Kartika Eka Paksi Nararya (Prestasi)
= Satya Lencana Kesetiaan Xvi Tahun
= Satya Lencana Seroja Ulangan–Iii
= Satya Lencana Raksaka Dharma
= Satya Lencana Dwija Sistha
= Satya Lencana Wira Karya
= The First Class The Padin Medal Ops Honor Dari Kamboja
= Bintang Yudha Dharma Nararya

Keterangan Lain:
- Keanggotaan Dalam Organisasi Politik
- Anggota Dewan Penasehat DPP Partai Golkar
- Dewan Penasihat Organisasi Kosgoro
- Keanggotaan Dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
- Ketua Yayasan Pendidikan Kebangsaan (Universitas Kebangsaan)
- Ketua Majelis Perhimpunan Keluarga Mahasiswa Dan Alumni Supersemar
- Pendiri Koperasi Swadesi Indonesia (Ksi) Dengan 14 Cabang Di 4 Provinsi di Indonesia
- Ketua Yayasan 25 Januari
- Ketua Umum PB Ikatan Pencaksilat Seluruh Indonesia (IPSI)




Sumber: Tokoh Indonesia/BIK PG/R.S. Hayadi

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono adalah Presiden RI ke enam dan Presiden pertama yang dipilih langsung oleh Rakyat Indonesia. Bersama Drs. M. Jusuf Kalla sebagai wakil presidennya, beliau terpilih dalam pemilihan presiden di 2004 dengan mengusung agenda "Indonesia yang lebih Adil, Damai, Sejahtera dan Demokratis", mengungguli Presiden Megawati Soekarnoputri dengan 60% suara pemilih. Pada 20 Oktober 2004 Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik beliau menjadi Presiden.

Presiden SBY, seperti banyak rakyat memanggilnya, lahir pada 9 September 1949 di Pacitan, Jawa Timur. Seorang ilmuwan teruji, beliau meraih gelar Master in Management dari Webster University, Amerika Serikat tahun 1991. Lanjutan studinya berlangsung di Institut Pertanian Bogor, dan di 2004 meraih Doktor Ekonomi Pertanian.. Pada 2005, beliau memperoleh anugerah dua Doctor Honoris Causa, masing-masing dari almamaternya Webster University untuk ilmu hukum, dan dari Thammasat University di Thailand ilmu politik.

Susilo Bambang Yudhoyono meraih lulusan terbaik AKABRI Darat tahun 1973, dan terus mengabdi sebagai perwira TNI sepanjang 27 tahun. Beliau meraih pangkat Jenderal TNI pada tahun 2000. Sepanjang masa itu, beliau mengikuti serangkaian pendidikan dan pelatihan di Indonesia dan luar negeri, antara lain Seskoad dimana pernah pula menjadi dosen, serta Command and General Staff College di Amerika Serikat. Dalam tugas militernya, beliau menjadi komandan pasukan dan teritorial, perwira staf, pelatih dan dosen, baik di daerah operasi maupun markas besar. Penugasan itu diantaranya, Komandan Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kostrad, Panglima Kodam II Sriwijaya dan Kepala Staf Teritorial TNI.

Selain di dalam negeri, beliau juga bertugas pada misi-misi luar negeri, seperti ketika menjadi Commander of United Nations Military Observers dan Komandan Kontingen Indonesia di Bosnia Herzegovina pada 1995-1996.

Setelah mengabdi sebagai perwira TNI selama 27 tahun, beliau mengalami percepatan masa pensiun maju 5 tahun ketika menjabat Menteri di tahun 2000. Atas pengabdiannya, beliau menerima 24 tanda kehormatan dan bintang jasa, diantaranya Satya Lencana PBB UNPKF, Bintang Dharma dan Bintang Maha Putra Adipurna. Atas jasa-jasanya yang melebihi panggilan tugas, beliau menerima bintang jasa tertinggi di Indonesia, Bintang Republik Indonesia Adipurna.

Sebelum dipilih rakyat dalam pemilihan presiden langsung, Presiden Yudhoyono melaksanakan banyak tugas-tugas pemerintahan, termasuk sebagai Menteri Pertambangan dan Energi serta Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan pada Kabinet Persatuan Nasional di jaman Presiden Abdurrahman Wahid. Beliau juga bertugas sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dalam Kabinet Gotong-Royong di masa Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada saat bertugas sebagai Menteri Koordinator inilah beliau dikenal luas di dunia internasional karena memimpin upaya-upaya Indonesia memerangi terorisme.

Presiden Yudhoyono juga dikenal aktif dalam berbagai organisasi masyarakat sipil. Beliau pernah menjabat sebagai Co-Chairman of the Governing Board of the Partnership for the Governance Reform, suatu upaya bersama Indonesia dan organisasi-organisasi internasional untuk meningkatkan tata kepemerintahan di Indonesia. Beliau adalah juga Ketua Dewan Pembina di Brighten Institute, sebuah lembaga kajian tentang teori dan praktik kebijakan pembangunan nasional.

Presiden Yudhoyono adalah seorang penggemar baca dengan koleksi belasan ribu buku, dan telah menulis sejumlah buku dan artikel seperti: Transforming Indonesia: Selected International Speeches (2005), Peace deal with Aceh is just a beginning (2005), The Making of a Hero (2005), Revitalization of the Indonesian Economy: Business, Politics and Good Governance (2002), dan Coping with the Crisis - Securing the Reform (1999). Ada pula Taman Kehidupan, sebuah antologi yang ditulisnya pada 2004. Presiden Yudhoyono adalah penutur fasih bahasa Inggris.

Presiden Yudhoyono adalah seorang Muslim yang taat. Beliau menikah dengan Ibu Ani Herrawati dan mereka dikaruniai dengan dua anak lelaki. Pertama adalah Letnan Satu Agus Harimurti Yudhoyono, lulusan terbaik Akademi Militer tahun 2000 yang sekarang bertugas di satuan elit Batalyon Lintas Udara 305 Kostrad. Putra kedua, Edhie Baskoro Yudhoyono, mendapat gelar bidang Ekonomi dari Curtin University, Australia.

8 Februari 2006


sumber:Situs Web Resmi Presiden Republik Indonesia - Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono

KEKUATAN TNI

(Tentara Nasional Indonesia) Mengenai sumber kekuatan Tentara Nasional Indonesia tahun 2007 meliputi: Jumlah prajurit: 361.823 personel TNI Angkatan Darat TNI Angkatan Laut TNI Angkatan Udara Jumlah prajurit: 276.953 Jumlah prajurit: 57.197 Jumlah prajurit: 27.673 Kekuatan Terpusat Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat: Dua divisi satuan tempur 18 batalion infrantri 16 batalion lain Komando Pasukan Khusus: 4 grup tempur dan 1 grup pendidikan

Kekuatan Kewilayahan Komando Daerah Militer: 11 Komando Resor Militer: 39 Komando Distrik Militer: 267 Batalion: 96

Kekuatan Badan Pelaksana Pusat Resimen Zeni Konstruksi: 1 Skuadron Penerbang TNI AD: 2 Lima batalion lain Sistem Senjata Armada Terpadu Kapal Republik Indonesia: 117 Kapal Angkatan Laut: 71 Pasukan Marinir: 1 Brigade Marinir: 1 Komando Latih Marinir: 1

Kekuatan Kewilayahan Armada Barat Armada Timur Pangkalan Utama Angkatan Laut: Kelas A: 7 Kelas B: 24 Kelas C: 19 Kelas khusus: 3 Skuadron Udara Skuadron tempur: 7 Skuadron angkut: 5 Skuadron intai: 1 Skuadron helikopter: 3 Skuadron latih: 2

Pangkalan Udara Pangkalan udara: 41 Detasemen: 8 Pos angkatan udara: 80

Pasukan Khas 3 wing

Satuan Radar 17 satuan radar pertahanan udara Jumlah dalam satuan : Aircraft : 613 Armor : 969 Artillery : 700 Missile Deffense : 91



Sumber: Wikipedia dan berbagai sumber

JENDERAL SOEDIRMAN

Soedirman Kecil

Soedirman dilahirkan pada tanggal 24 Januari 1916 di Desa Bodaskarangjati, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Ayahnya bernama Karsid Kartawiradji, seorang mandor tebu pada pabrik gula di Purwokerto. Ibunya bernama Siyem, berasal dari Rawalo, Purwokerto. Mereka adalah keluarga petani. Sejak masih bayi, Soedirman telah diangkat sebagai anak oleh R.Tjokrosunaryo, Asisten Wedana (Camat) di Rembang, Distrik Cahyana, Kabupaten Purbalingga, yang kawin dengan bibi Soedirman. Setelah pensiun, keluarga Tjokrosunaryo kemudian menetap di Cilacap. Dalam usia tujuh tahun Soedirman memasuki Hollandsche Inlandsche School (HIS) setingkat Sekolah Dasar di Cilacap. Dalam kehidupan yang sederhana, R. Tjokrosunaryo mendidik Soedirman dengan penuh disiplin. Soedirman dididik cara-cara menepati waktu dan belajar menggunakan uang saku sebaik-baiknya. Ia harus bisa membagi waktu antara belajar, bermain, dan mengaji. Soedirman juga dididik dalam hal sopan santun priyayi yang tradisional oleh Ibu Tjokrosunaryo


Soedirman Menjadi Pandu

Ia juga aktif di organisasi kepanduan (sekarang Pramuka) Hizbul Wathon (HW) yang diasuh oleh Muhammadiyah. Melalui kegiatan kepanduan ini, bakat-bakat kepemimpinan Soedirman mulai kelihatan. Ia ternyata seorang pandu yang berdisiplin, militan, dan bertanggung jawab. Hal ini terlihat ketika Hizbul Wathon mengadakan jambore di lereng Gunung Slamet yang terkenal berhawa dingin. Pada malam hari udara sedemikian dinginnya, sehingga anak-anak HW tidak tahan tinggal di kemah. Mereka pergi ke rumah penduduk yang ada di dekat tempat tersebut,hanya Soedirman sendiri yang tetap tinggal di kemahnya.

Soedirman Guru Sekolah, Ketua Koperasi, Anggota Legislatif

Setelah lulus dari Parama Wiworo Tomo, ia menjadi guru di HIS Muhammadiyah. sebagai seorang guru, Soedirman tetap aktif di Hizbul Wathon. Pada tahun 1936, Soedirman memasuki hidup baru. Ia menikah dengan Siti Alfiah, puteri Bapak Sastroatmodjo, dari Plasen, Cilacap yang sudah dikenalnya sewaktu bersekolah di Parama Wiworo Tomo. Dari perkawinan ini, mereka dikaruniai 7 orang anak.

Pada awal pendudukan Jepang, Sekolah Muhammadiyah tempat is mengajar ditutup. Berkat perjuangan Soedirman sekolah tersebut akhirnya boleh dibuka kembali. Kemudian Soedirman bersama beberapa orang temannya mendirikan koperasi dagang yang diberi nama Perbi dan langsung diketuainya sendiri. Dengan berdirinya Perbi, kemudian di Cilacap berdiri beberapa koperasi yang mengakibatkan terjadi persaingan kurang sehat. Melihat gelagat ini, Soedirman berusaha mempersatukannya, dan akhirnya berdirilah Persatuan koperasi Indonesia Wijayakusuma.

Kondisi rakyat pada waktu itu sulit mencari bahan makanan, sehingga keadaan ini membangkitkan semangat Soedirman untuk aktif membina Badan Pengurus Makanan Rakyat (BPMR), suatu badan yang dikelola oleh masyarakat sendiri, bukan badan buatan Pemerintah Jepang. Badan ini bergerak dibidang pengumpulan dan distribusi bahan makanan untuk menghindarkan rakyat Cilacap dari bahaya kelaparan. Ia termasuk tokoh masyarakat karena kecakapan memimpin organisasi dan kejujurannya. Pada tahun 1943, Pemerintah Jepang mengangkat Soedirman menjadi anggota Syu Songikai (semacam dewan pertimbangan karesidenan) Banyumas.

Soedirman Memasuki Dunia Militer

Pada pertengahan tahun 1943, tentara Jepang mulai terdesak oleh Sekutu. Pada bulan Oktober 1943, Pemerintah Pendudukan Jepang mengumumkan pembentukan Tentara Pembela Tanah Air (Peta). Soedirman sebagai tokoh masyarakat ditunjuk untuk mengikuti latihan Peta angkatan kedua di Bogor. Selesai pendidikan, ia diangkat menjadi Daidanco (komandan batalyon) berkedudukan di Kroya, Banyumas. Disanalah Soedirman memulai karirnya sebagai seorang prajurit.

Sebagai komandan, Soedirman sangat dicintai oleh bawahannya, karena is sangat memperhatikan kesejahteraan mereka. Ia tidak takut menentang perlakuan buruk opsir-opsir Jepang,yang menjadi pelatih dan pengawas batalyonnya. Sesudah terjadi pemberontakan Tentara Peta Blitar pada bulan Pebruari 1945, Jepang mengadakan observasi terhadap para perwira Peta. Mereka yang bersikap menawan (recalcitrant), dikategorikan berbahaya.

Pada bulan Juli 1945, Soedirman dan beberapa orang perwira Peta lainnya yang termasuk kategori "berbahaya" dipanggil ke Bogor dengan alasan akan mendapat latihan lanjutan. Hanya kemudian ada kesan bahwa Jepang berniat untuk menawan mereka. Sekalipun mereka sudah berada di Bogor "Pelatihan Lanjutan" dibatalkan, karena tunggal 14 Agustus 1945 Jepang sudah menyerah kepada sekutu. Sesudah itu Soedirman dan kawan-kawannya kembali lagi ke dai dan masing-masing.

Pada saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandang
kan, Soedirman berada di Kroya. Esok harinya tanggal 18 Agustus 1945.

Jepang membubarkan Peta dan senjata mereka dilucuti, selanjutnya mereka disuruh pulang ke kampung halaman masing-masing. Setelah pengumuman pembentukan BKR, Soedirman berusaha mengumpulkan mereka kembali dan menghimpun kekuatan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Bersama Residen Banyumas Mr. Iskaq Tjokroadisurjo dan beberapa tokoh lainnya, Soedirman melakukan perebutan kekuasaan dari tangan Jepang secara damai. Komandan Batalyon Tentara Jepang Mayor Yuda menyerahkan senjata cukup banyak. Karena itu BKR Banyumas merupakan kesatuan yang memiliki senjata terlengkap.

Soedirman Memimpin Pertempuran Ambarawa

Ketika Brigade Bethel mendarat di Semarang pada tanggal 19 Oktober 1945, selanjutnya pasukan menuju Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Sekutu. Di Magelang tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti TKR dan membuat kekacauan. TKR, Resimen Magelang pimpinan M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana.

Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan kota Magelang menuju Ambarawa. Akan tetapi Batalyon A. Yani, Suryosumpeno dan Kusen mengejar pasukan Sekutu tersebut. Satu batalyon dari Divisi Purwokerto, dibawah Iman Adrongi menghadang gerakan Sekutu di Pingit. Sejak itu pertempuran semakin meluas. Bala bantuan datang dari Banyumas, Salatiga, Surakarta dan Yogyakarta. Dalam salah satu pertempuran, Letnan Kolonel Isdiman Suryokusumo, Komandan Resimen TKR Banyumas yang merupakan tangan kanan Panglima Besar gugur. Sejak gugurnya Letnan Kolonel Isdiman, Komandan Divisi V, Kolonel Soedirman merasa kehilangan perwira terbaik dan ia langsung turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran.

Pada tanggal 11 Desember 1945, Kolonel Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar. Dalam rapat tersebut Kolonel Soedirman menjelaskan bahwa posisi lawan sudah makin terjepit sehingga merupakan peluang yang tepat untuk menghancurkan lawan secepatnya dari Ambarawa.

Tepat pukul 04.30 pagi tanggal 12 Desember 1945 serangan mulai dilancarkan. Pertempuran segera berkobar di sekitar Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan yang menghubungkan Ambarawa dengan Semarang sudah dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit, Kolonel Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik "Supit Udang" atau pengepungan rangkap sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya terputus sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari 4 malam, akhirnya musuh mundur ke Semarang. Benteng pertahanan yang tangguh jatuh ke tangan pasukan kita. Tanggal 15 Desember 1945, pertempuran berakhir.

Kemenangan gemilang di medan Ambarawa telah membuktikan kemampuan Soedirman sebagai seorang panglima perang yang tangguh. Episode gemilang ini telah diabadikan dalam bentuk Monumen Palagan Ambarawa dan diperingati setiap tahun oleh TNI AD sebagai Hari Infanteri atau Hari Juana Kartika.

Pemilihan Unik Panglima Besar Jenderal Soedirman

Sewaktu Tentara Sekutu, yang diwakili oleh Inggris dengan dibuntuti oleh Belanda dibelakangnya mendarat, dan mereka menuntut senjata Jepang kembali dari tangan kita, maka meletuslah dimana-mana pertempuran-pertempuran baru. Dulu dengan Jepang, kini dengan Sekutu. Kita tidak sudi menyerahkan kembali senjata yang kita rebut itu. Pertempuran-pertempuran baru tidak hanya terjadi di Jakarta dan sekitarnya, tetapi juga di Semarang, dan yang terbesar serta paling lama adalah di kota Surabaya, dari 28 hingga 30 Oktober 1945, dan dari 10 hingga 30 Nopember 1945. Soedirman yang pada waktu itu diangkat oleh Pemerintah sebagai Panglima Divisi Sunan Gunung Jati atau Divisi V, dan yang bertanggungjawab untuk daerah Banyumas dan Kedu, menghadapi juga serangan-serangan Inggris yang datang dari jurusan Semarang menuju ke Ambarawa dan Banyubiru. Berkat semangat kepemimpinan Soedirman tentara Inggris dapat dienyahkan.

Dalam suasana demikian itulah Kolonel Soedirman dipilih sebagai Panglima Besar. Yang memilih adalah para Panglima Divisi dan Komandan Resimen yang berkumpul di Yogyakarta pada tanggal 12 Nopember 1945. Pangkatnya sejak itu adalah Jenderal. Dalam pemilihan itu beliau mengalahkan calon-calon lain. Ditinjau dari pendidikan kemiliteran, maka calon-calon lain itu jauh lebih tinggi dari Jenderal Soedirman. Pemilihan yang unik ini mencerminkan Zeitgeist atau "Semangat Zaman" waktu itu. Yaitu semangat revolusi dimana-mana. Rakyat kita seakan-akan terserang demam. Demam revolusi. Semangat perjuangan revolusioner di mana-mana berkobar. Dikobarkan dalam rapat-rapat umum, yang diselenggarakan oleh kaum politisi kita dari zaman Pergerakan, dan oleh alat-alat Pemerintahan yang baru dibentuk, dan karenanya kurang sempurna. Rakyat muak tergiat hadap Di mana-mana rakyat kita merombak sistem kolonialisme Hindia-Belanda dan sistem militerisme Jepang. kedua sistem kolonialisme dan militerisme masa Iampau itu. Rakyat tidak sabar lagi, dan di dalam usaha merombak sistem lama itu, tidak jarang timbul gejolak kekacauan. Serobot-menyerobot, daulat mendaulat dan malahan culik-menculik adakalanya terjadi.

Siapa yang menjalani sendiri situasi pada waktu itu, benar-benar merasa adanya revolusi, adanya perubahan cepat kilat yang sedang berlaku. Terutama di kalangan pemuda kita. Seringkali perubahan cepat itu tanpa aturan "normal". Kadang-kadang malahan "anarchistis" sama sekali. Irosionalitas dan emosionalitas seringkali mengatasi rasionalitas dan pikiran dingin. Memang itulah revolusi ! Eine Umwertung aller Werte. Penjungkirbalikkan segala macam nilai. Suatu "razende inspirasi van de historie". Suatu "ilham yang memandang daripada sejarah". Dan "ilham sejarah" itu adalah "titik temu dari segala apa yang merupakan kesadaran bangsa dengan apa yang hidup di bawah kesadaran sejarah bangsa itu. "He ontmoetingspunt, van het vewuste en het onderbewuste in de geschiedenis!"

Pilihan atas Panglima Besar Soedirman jatuh dalam situasi demikian. Banyak emosi di bawah sadar ikut menentukan pilihan itu. Banyak pikiran rasionalistis tidak berkenan masuk dalam pertimbangan pilihan tersebut. Memang revolusi mempunyai nilai-nilai sendiri. Apalagi revolusi yang berwatak kerakyatan, seperti revolusi kita dulu itu. Setuju atau tidak setuju, realitanya ialah bahwa nilai-nilai emosi magis, naluri kharismatis dan getaran-mistis ikut menentukan jalannya revolusi kita pada waktu itu. Juga dalam pemilihan Panglima Besar RI untuk pertama kalinya, nilai-nilai tersebut ikut menentukan.

Sudah barang tentu nilai-nilai rasional dan pikiran dingin hidup Juga pada waktu itu. Namun yang lebih menonjol dan lebih kuat adalah nilai-nilai emosi magis, naluri kharismatik dan getaran mistis tersebut di atas. Dan itulah yang kemudian bermuara ke dalam keputusan mengangkat Soedirman sebagai Panglima Besar. Yang terpilih bukan calon yang memiliki kadar rasionalitas dan ketrampilan militer teknis yang tinggi, produk dari didikan Barat di kota-kota besar, melainkan yang terpilih adalah seorang anak rakyat, dibesarkan di desa, yang kemudian oleh gelombang revolusi terlempar ke atas, dan merupakan tonggak kepercayaan mayoritas para panglima divisi dan para komandan resimen yang hadir pada waktu itu.

Susunan divisi serta resimen tentara kita pada waktu itu jauh dari sempurna. Markas-markas pun belum menentu, dan seringkali harus berpindah-pindah. Para Panglima Divisi serta para komandan resimen pun tidak semuanya memiliki kepandaian kemiliteran-teknis yang sempurna, seperti menurut ukuran-ukuran Barat. Kepandaian kemiliterannya boleh diragukan, namun yang tidak dapat diragukan adalah semangat dan jiwa perjuangannya membela Proklamasi, melawan kembalinya kolonialisme.

Andaikata pilihan jabatan Panglima Besar pada waktu itu diserahkan kepada Pemerintah Pusat, maka besar sekali kemungkinan bahwa pilihan tidak akan jatuh kepada Soedirman. Dan memang, Pemerintahan yang pada waktu itu kekuasaan eksekutifnya berada di tangan PM Sjahrir menginginkan tokoh lain. Di antaranya Urip Sumohardjo, seorang tokoh militer didikan Belanda, tetapi berjiwa patriotik. Juga dikemukakan Sri Sultan Hamengku Buwono, yang pada waktu itu mendapat pangkat Jenderal Tituler. Dalam rapat para Panglima Divisi dan Komandan Resimen disebut juga nama-nama Sjahrir dan Amir Sjarifuddin, yang duduk sebagai Menteri Penerangan dalam Kabinet Sjahrir. Rupanya pola menempatkan pimpinan ketentaraan di bawah kekuasaan sipil-politis pada waktu itu hendak diterapkan oleh kaum politisi.

Namun mayoritas hadirin memilih Soedirman. Suatu hal yang unik dalam revolusi kita. Panglima Besar yang pertama tidak diangkat oleh Pemerintah, melainkan dipilih secara "demokratis" oleh para panglima divisi dan komandan resimen. Itulah suasana revolusioner pada waktu itu. Itulah juga Zeit-geist-nya, atau "semangat zaman" revolusioner yang penuh dengan jiwa kerakyatan. Elan revolusioner yang meletus keluar ke atas permukaan masyarakat kita yang sedang bergolak mencerminkan diri dalam hasil pemilihan tersebut. Elan revolusioner tersebut mempercayakan kepemimpinan tentara kita kepada seorang pribadi Soedirman. (Dr. H. Roeslan Abdulgani Peranan Panglima Besar Soedirman dalam Revolusi Indonesia, Restu Agung, Jakarta, 2004, hal.32-35.

Soedirman Memimpin Perang Gerilya

Perkiraan TNI bahwa Belanda sewaktu-waktu akan menyerang RI, ternyata tidak meleset. Belanda kembali melancarkan agresi militernya yang kedua. Pasukan Belanda menyerang ibukota RI dan bergerak ke seluruh wilayah Republik pada tanggal 19 Desember 1948. Pada jam-jam terakhir sebelum jatuhnya Yogyakarta, dalam keadaan sakit Soedirman menghadap Presiden dan melaporkan bahwa pasukan TNI sudah siap melakukan rencananya, termasuk mengungsikan para pimpinan nasional.

Jawaban Presiden mengejutkan Soedirman. Soedirman dinasehati agar tetap tinggal di kota, untuk dirawat sakitnya. Panglima Besar Soedirman menjawab tawaran Presiden dengan kata-katanya," Tempat saya yang terbaik adalah di tengah-tengah anak buah. Saya akan meneruskan perjuangan. Met of zonder pemerintah TNI akan berjuang terus".

Menghadapi Agresi Militer II Belanda, Jenderal Soedirman segera mengeluarkan Perintah Kilat No. I/PB/D/48. Isinya, pada tanggal 19 Desember 1948 Angkatan Perang Belanda telah menyerang kota Yogyakarta dan lapangan terbang Maguwo, Pemerintah Belanda telah membatalkan persetujuan genjatan senjata, semua Angkatan Perang menjalankan rencana untuk menghadapi serangan Belanda.

Pada hari itu juga Jenderal Soedirman meninggalkan Yogya dan memimpin Perang Gerilya yang berlangsung kurang Iebih tujuh bulan lamanya. Dengan ditandu, ia melakukan perjalanan gerilya naik turun gunung, masuk hutan ke luar hutan, berpindah-pindah tempat. Tidak jarang Soedirman mengalami kekurangan makanan selama berhari-hari. Belum lagi penderitaannya karena pengejaran tentara Belanda yang ingin menangkapnya.

Ketika Belanda menyerbu Yogyakarta, para pemimpin militer Belanda ternyata keliru memperhitungkan peranan Pemerintah Darurat RI (PDRI) dan Soedirman. Belanda hanya memperhitungkan Soekarno-Hatta dan para politisi sebagai center of gravity dalam perang. Belanda mengira bahwa dengan menduduki ibukota dan menangkap Soekarno-Hatta, Republik akan bisa dirubuhkan. Ternyata perkiraan Belanda keliru. Soekarno telah menyerahkan mandat pemerintahan kepada Menteri Kemakmuran Sjafruddin Prawiranegara yang sedang berada di Sumatra, sedangkan TNI tetap utuh. Akhirnya Belanda menyadari kekeliruannya dan kemudian melakukan pengejaran terhadap Soedirman.

Perintah Siasat no. 1/1948

Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer I (Juli 1947) dengan menyerbu wilayah RI, TNI menggelar pertahanan linier yang konvensional. Pertahanan TNI di beberapa daerah diterobos, pasukan TNI tidak bergerak mundur, melainkan bergerak ke samping, membentuk kantong-kantong perlawanan. Ketika Belanda menyatakan batas daerah pendudukannya dan daerah Republik dengan garis demarkasi, pasukan TNI menduduki kantong-kantong perlawanan di daerah yang diakui Belanda sebagai daerah pendudukannya. TNI yang berada di kantongkantong perlawanan inilah yang dalam Persetujuan Renville dituntut oleh Belanda agar ditarik ke luar am-is demarkasi.

Soedirman beserta stafnya pantang menyerah. Semua kekalahan dan kesalahan dikaji secara mendalam. Organisasi TNI yang menggelembung harus diperbaiki, TNI harus direorganisasi. Konsep total people's defence sebagai kebijakan nasional harus segera dijabarkan. Para pemikir dalam Merkas Besar, seperti T.B. Simatupang dan A.H. Nasution akhirnya menemukan strategi perongrongan atau attrition strategy. Strategi ini untuk perang jangka panjang dijabarkan dalam organisasi dan sistem Wehrkreise.

Wehrkreise artinya lingkungan pertahanan, atau pertahanan daerah. Sistem ini dipakai sejak dari pertahanan pulau sampai daerah-daerah. Masing-masing komandan diberi kebebasan seluas-luasnya untuk menggelar dan mengembangkan perlawanan. Wilayah Wehrkreise adalah satu karesidenan, yang didalamnya terhimpun kekuatan militer, politik, ekonomi, pendidikan, dan pemerintahan. Sistem Wehrkreise sama sekali meninggalkan sistem pertahanan linier. Sistem Wehrkreise ini kemudian disahkan penggunaannya dalam Surat Perintah Siasat No.1, yang ditandatangani oleh Panglima Besar Soedirman pada bulan Nopember 1948.

Pengambilan keputusan politik yang dilakukan selama Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera mendapat reaksi dari Panglima Besar Soedirman. Ketika Pangsar Soedirman membaca surat telegram PDRI Sumatera, Ia menyatakan bertanggung jawab atas jalannya pertempuran dan menyatakan sikapnya yang tertuang dalam surat telegram yang isinya : Soal politik dan soal pertahanan tidak dapat dipisah-pisahkan karena pertahanan menjadi tulang punggung politik, dan jika ada perundingan tentang penghentian tembak menembak maka PDRI, Staf Angkatan Perang, dan Panglima Tertinggi harus berkumpul, sehingga perintah yang dikeluarkan menjadi kuat dan dapat ditaati.

Setelah melakukan perjalanan panjang ke Iuar masuk hutan dan terhindar dari serangan Belanda, sejak tanggal 1 April 1949 Jenderal Soedirman menetap di Dukuh Sobo, desa Pakis kecamatan Nawangan, Pacitan, Jawa Timur. Di tempat ini keadaan Panglima Besar mulai agak teratur dan dapat mengadakan hubungan dengan Pejabat Pemerintah di Yogya melalui kurir dan di Sumatera melalui PAB di lereng Gunung Lawu. Selama bergerilya, Panglima Besar tetap mengeluarkan perintah-perintah harian, petunjuk, dan amanat, baik untuk TNI maupun rakyat. Strategi perongrongan yang dilancarkan TNI bersama rakyat berhasil menjemukan kemauan perang pasukan musuh. Apalagi sesudah dilancarkannya Serangan Umum ke Yogyakarta pada 1 Maret 1949 pimpinan Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Wehrkreise III yang merupakan titik balik bagi kemenangan TNI. Belanda kemudian mengajak kembali berunding. Pada tanggal 7 Mei 1949, Roem-Royen Statement ditandatangani. Berdasarkan statement ini, akhir Juni 1949, Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat Pemerintah RI yang ditawan Belanda di Pulau Bangka, dikembalikan ke Yogyakarta.

Soedirman Turun Ke Kota

Jenderal Soedirman diminta pulang kembali ke Yogya. ia dengan tegas menolak perundingan. Beberapa kali utusan Pemerintah dikirim ke Sobo, namun tidak berhasil melunakkan pendiriannya. Akhirnya Pemerintah meminta jasa baik Kolonel Gatot Subroto, Panglima Divisi II. Hubungan pribadi kedua tokoh ini cukup baik. Jenderal Soedirman sangat menghargainya sebagai saudara tua. Akhirnya tanggal 10 Juli 1949 Panglima Besar dan rombongan kembali ke Yogya.

Di sepanjang jalan, rakyat berjejal-jejal menyambutnya. Mereka ingin melihat wajah Panglima Besarnya yang lebih suka memilih gerilya daripada beristirahat di tempat tidur. Kedatangan Panglima Besar disambut dengan parade militer, di Alun-alun Yogyakarta. Penampilannya yang pertama sesudah bergerilya diliputi suasana haru. Para perwira TNI yang selama bergerilya terkenal gagah berani, tak urung meneteskan air mata setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri keadaan fisik Panglima Besarnya yang pucat dan kurus. Rasa haru dan kagum bercampur menjadi satu.

Selama bergerilya kesehatan Soedirman menurun, beberapa kali ia jatuh pingsan. Setibanya di Yogyakarta, kesehatan Jenderal Soedirman diperiksa kembali, ternyata paru-paru yang tinggal sebelah sudah terserang penyakit. Karena itu Panglima Besar Soedirman harus beristirahat di rumah sakit Panti Rapih. Semua perundingan yang memerlukan kehadiran Soedirman dilakukan di rumah sakit.

Rasa tidak senang terhadap diplomasi yang ditempuh Pemerintah dalam menghadapi Belanda, masih membekas di hati Jenderal Soedirman. Pada tanggal 1 Agustus 1949, ia menulis surat kepada Presiden Soekarno, berisi permohonan untuk meletakkan jabatan sebagai Panglima Besar dan mengundurkan diri dari dinas ketentaraan. Namun surat tersebut tidak jadi disampaikan, karena akan menimbulkan perpecahan. Isi surat tersebut menjadi amat terkenal karena termuat kata-kata : "Bahwa satu-satunya hak milik Nasional Republik yang masih tetap utuh tidak berubah-rubah adalah hanya Angkatan Perang Republik Indonesia (Tentara Nasional Indonesia)". Sementara itu kesehatan Panglima Besar semakin memburuk, sehingga is harus beristirahat di Pesanggrahan Militer, Magelang.

Tanggal 6 Juli 1949 Presiden, Wakil Presiden dan pemimpin Indonesia lainnya kembali dari pengasingannya di Sumatera. Di Ibukota Yogyakarta mendapat sambutan yang meriah dari masyarakat. Kedatangan para pemimpin RI itu disusul oleh rombongan Pemerintah Darurat RI pimpinan Mr. Syafrudin. Kembali juga dari medan gerilya, Panglima Besar

Soedirman beserta rombongan tanggal 10 Juli 1949 yang didampingi oleh Komandan Daerah Militer Yogya, Letnan Kolonel Soeharto.

Saat-saat kembalinya dari medan gerilya. Panglima Besar Jenderal Soedirman ternyata tidak begitu senang dengan rencana kembali ke Ibukota Yogya saat itu, karena di daerah pertempuran di Jawa dan Sumatera masih banyak bertahan pasukan-pasukan gerilya TNI. Dan sementara berunding itu Belanda masih terus menerus mengadakan penyerangan (istilah mereka "pembersihan"). Soedirman sebagai Panglima Besar masih merasa berat hati meninggalkan para prajurit di medan gerilya. Disamping itu kecurigaan terhadap kejujuran lawan mengenai perundingan dan gencatan senjata, sesuai dengan pengalaman Soedirman selama beberapa tahun bertempur berunding dengan Belanda.

Tetapi karena kepatuhannya yang Iuar biasa kepada Pimpinan Nasional dan adanya surat yang dikirimkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan sahabat karibnya Kolonel Gatot Subroto yang disertai penjelasan Letnan Kolonel Soeharto, maka Soedirman akhirnya mau turun ke kota, dimana Ia langsung melapor kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam suasana pertemuan yang sangat mengharukan. Setelah itu Soedirman menerima parade penghormatan dari prajurit-prajurit TNI pimpinan Letnan Kolonel Soeharto di Alun-alun Lor Yogya.

Surat Kolonel Gatot Subroto kepada Pak Dirman sangat sederhana bunyinya namun cukup menggugah perasaan. Pak Gatot yang kenal betul dengan Soedirman beserta semua sifatnya menulis antara lain " tidak asing lagi soya, tentu soya juga mempunyai pendirian begitu. Semua-semuanya Tuhan yang menentukan, tetapi sebagai manusia kita diharuskan ihtiar. Begitu juga dengan adikku (Soedirman-peny), karena kesehatannya terganggu harus ihtiar, mengaso sungguh-sungguh jangan menggalih (memikirkan-peny) apa-apa. Coat alles waaien. lni supaya jangan mati konyol, tetapi supaya cita-cita adik tercapai. Meskipun buahbuahnya kita tidak turut memetik, melihat pohonnya subur, kita merasa gembira dan mengucapkan terima kasih kepada yang Maha Kuasa. lni kali soya selaku saudara tua dari adik, minta ditaati ".

Soedirman Wafat

Tanggal 29 Januari 1950 Soedirman wafat, berita tentang wafatnya Soedirman, yang disiarkan berulang-ulang oleh Radio. Menyusul perintah Harlan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang RIS, Kolonel T.B. Simatupang yang ditujukan kepada seluruh tentara berisi Seluruh Angkatan Perang RIS diperintahkan berkabung selama tujuh hari dengan melaksanakan pengibaran benders Merah Putih setengah tiang pada masing-masing kesatuan dijalankan dengan penuh khidmat serta hormat, menjauhkan segala tindakan dan tingkah laku yang dapat mengganggu suasana berkabung.

Pemerintah mengumumkan Hari Berkabung Nasional sehubungan dengan wafatnya Panglima Besar Soedirman, dan dalam pidatonya Perdana Menteri RIS Bung Hatta mengumumkan keputusan Pemerintah RIS untuk menaikkan pangkat Letnan Jenderal Soedirman secara anumerta menjadi Jenderal.

Pukul 11.00 tanggal 30 Januari 1950, iring-iringan jenazah Panglima Besar Jenderal Soedirman perlahan-lahan meninggalkan kota Magelang menuju Yogya. Setelah disembahyangkan di Masjid Agung, jenazah dikebumikan dengan upacara militer di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta, disamping makam Letnal Jenderal TNI Oerip Soemoharjo.

Kepemimpinan Soedirman yang Sederhana

Pertama-tama yang memberikan kesan mendalam, terutama bagi orang-orang yang

dekat hubungannya dengan beliau, adalah pribadi beliau yang sederhana. Kesederhanaan yang polos, memancar langsung dari jiwa beliau, kesederhanaan yang tak dibuat-buat balk dalam gaya hidup, sikap dan perilaku, yang mampu membangkitkan kepercayaan kepada anak buah bahwa diri mereka dipimpin secara jujur menuju cita-cita dan tujuan yang mulia, yaitu tercapainya kemerdekaan dan kesejahteraan bangsa.

Kesederhanaan tersebut yang memancarkan pribadi manusia yang utuh dan tidak mementingkan diri sendiri, memancarkan pula keberanian, kejujuran dan solidaritas

terhadap nasib sesamanya, telah melandasi kharisma beliau.

Semangat Nasionalisme yang Tinggi

Semangat nasionalisme yang tinggi merupakan hasil dari penghayatan suara hati nurani rakyat, kepekaan jiwa terhadap nasib rakyat Indonesia yang sekian lama menjadi rakyat jajahan, yang oleh penjajah diambil hak-haknya. Nasionalismenya bukan nasionalisme yang sempit, yaitu yang masih sarat dengan sentimen-sentimen primordial, seperti yang kits lihat pada berbagai jenis organisasi kelaskaran yang terbentuk pada awal kemerdekaan. Tetapi nasionalisme yang modern, seperti yang telah dirintis nilainilainya oleh para pemimpin pergerakan semenjak era Kebangkitan Nasional. Hal ini memperlihatkan tingginya pemahaman akan proses tersebut, yang berarti pula tingginya intelegensi. Inilah yang melandasi sikap sebagai pejuang, yang selalu mampu melakukan pengamatan secara cermat dan tepat terhadap perkembangan situasi politik yang silih berganti, yang menyebabkan selalu mampu untuk memilih dan menentukan sikap yang tepat di dalam setiap situasi yang kritis. Sebagai contoh adalah keputusan untuk segera mengorganisasikan laskar-laskar perjuangan rakyat dalam satu prototype tentara nasional, serta keputusan untuk menerima pengangkatan sebagai Panglima Besar APR! (Nopember 1945) di saat Republik Indonesia masih berusia kurang dari tiga bulan. Juga keputusan-keputusan berikutnya yang tidak pernah terombang-ambing oleh aneka pergolakan politik yang berusaha menarik pihak tentara untuk ikut serta dalam perjuangan politik.

Demokratis
Sikap dan perilaku beliau yang demokratis. Tercermin dengan tingginya pemahaman tentang nasionalisme Indonesia, yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari perwujudan nilai-nilai demokrasi. Demokrasi merupakan bagian dari tuntutan hati nurani manusia. Soedirman, yang hati nuraninya sedemikian peka, ingin mewujudkan bisikan dari nurani itu. Di dalam kehidupan sehari-hari selalu menghargai pendapat dan hak-hak orang lain.

Soedirman lahir dan tumbuh dalam suatu lingkungan masyarakat yang diliputi oleh suasana kerakyatan, kegotong royongan, kebersamaan dan kuatnya solidaritas kehidupan. Memahami manfaat keakraban hubungan dengan rakyat, selalu tampil sebagai figur yang memiliki kesadaran terhadap pentingnya arti kebersamaan dalam suatu perjuangan yang kekuatannya dilandasi oleh keberhasilan dalam menggalang kekuatan rakyat.

Pendirian yang Teguh

Pada situasi kritis dan sulit yang terjadi pada tanggal 19 Desember 1948, yaitu sewaktu ribuan tentara payung Belanda diterjunkan dan menyerang Yogyakarta secara mendadak, pars pemimpin Republik memutuskan untuk tetap tinggal di Yogyakarta, yang berarti mempunyai kemungkinan besar ditawan oleh tentara Belanda. Tetapi Soedirman membuat keputusan untuk tetap bersama prajurit dan rakyat melanjutkan perjuangan dengan melalui perang gerilya, walaupun kondisi fisik pada waktu itu dalam keadaan parah karena penyakit paru-paru yang berat.

Betapa besarnya kerugian psikologis yang akan menimpa perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan, apabila pada waktu itu yang menduduki jabatan Panglima Besar dan juga merupakan lambang dan keberadaan TNI, ikut-ikut menyerah dan ditawan oleh musuh. Keteguhan pendirian telah ditopang oleh rasa keagamaan yang sangat kuat, sehingga yang menimbulkan keyakinan bahwa kebenaran tidak akan pernah kalah, dan berjuang mempertahankan tanah air adalah bagian dari kebenaran itu, selanjutnya apabila ajal kemudian menjemput, maka kematian itu adalah bersifat syahid.Keteguhan itu juga ditopang oleh kayakinan terhadap kekuatan nilai-nilai demokrasi, yaitu bahwa rakyat adalah merupakan sumber kekuatan yang tidak akan pernah habis.

Keyakinan itu secara terus menerus diusahakan untuk ditanamkan kepada anak buahnya, melalui petunjuk-petunjuk dan keteladanan tentang bagaimana nilai-nilai itu seharusnya diamalkan. Soedirman memang seorang pendidik, lulusan Sekolah Guru Muhammadiyah dan kemudian mengawali karirnya sebagai seorang guru dan baru kemudian terjun ke bidang ketentaraan. Darah, daging, dan jiwanya memang diliputi oleh semangat untuk mendidik dan membimbing orang-orang di sekitarnya menuju terwujudnya nilai-nilai yang bermanfaat bagi kehidupan manusia juga pengabdian kepada masyarakat secara tulus, juga merupakan seorang yang taat beragama, telah melengkapi keutuhan pribadinya sebagai pendidik yang utama.

Keberhasilon mengembangkan gaya kepemimpinan yang mengkombinasi bakat sebagai guru, yang mampu berlaku sabar dan konsisten di dalam membimbing anak didik, serta sikap dasar keagamaan yang yakin kepada kebenaran terhadap perjuangan, tabah dan tawakal didalam menghadapi kesulitan. Soedirman merupakan salah satu contoh terbaik dari prajurit yang mempunyai prinsip : "Satunya Kata Dengan Perbuatan". Di dalam dirinya terkandung jiwa dan semangat keprajuritan yang patut diteladani. Di dalam seluruh perjalanan hidupnya, terukir nilai-nilai luhur kepemimpinan yang secara konsekuen dilaksanakan.



Sumber:www.tniad.mil.com

TES AKADEMI MILITER (AKMIL)


Tes tingkat Sub Panda, Panda dan Panpus, meliputi;

  1. Administrasi (Sub Panda dan Panda)

  1. Foto copy yang sudah dilegalisir oleh pihak yang bersangkutan masing-masing 2 (dua) lembar dari:

  2. Kartu kewarganegaraan (bagi keturunan WNA).

  3. Akte kelahiran/surat kenal lahir (legalisir catatan sipil/capil)

  4. KTP calon dan KTP orang tua/wali (legalisir kecamatan)

  5. Kartu keluarga/KK (legalisir kecamatan)

  6. STTB SD, SMP, SMA/SMU berikut DANEM atau Nilai Ujian Akhir Nasional. Bagi mereka yangmasih duduk di kelas III SMA agar melampirkan raport kelas I s.d III Semester I serta membawa surat keterangan dari Kepala Sekolah bahwa calon adalah siswa kelas III yang terdaftar sebagai peserta Ebtanas (legalisir sekolah/dinas pendidikan setempat). Persyaratan administrasi Asli dapat diserahkan pada saat test awal.

  7. Pas foto hitam putih terbaru ukuran 4 x 6 cm sebanyak 10 buah.



  1. Kesehatan badan dan jiwa (Sub Panda dan Panda)

    1. Mata (tidak boleh minus lebih dari 1, dengan ketentuan berlaku)

    2. Hidung

    3. Tinggi badan min. 163 cm

    4. Berat badan ideal (tinggi badan-110)

    5. Amandel

    6. Telinga

    7. Gigi ( tidak boleh bolong lebih dari 4)

    8. Mulut

    9. Varises (tidak boleh berat)

    10. Ambeven

    11. Kelamin (Vericoacle)

    12. Tekanan darah tinggi (Hypertensi)

    13. Penyakit dalam (Paru-paru, Jantung, Darah, dll)

    14. Mengisi kesehatan Jiwa/anamnese (asma, batuk berdarah, kuning, typhus, patah tulang/retak, gangguan persendian/lepas sendi, ayan/kejang-kejang, Kehilangan salah satu anggota badan (jari tangan/kaki) dll)


  1. Jasmani/kesemaptaan (Sub Panda Dan Panda)

          1. Lari selama 12 menit minimal menempuh jarak 2640 m dengan nilai 61 point.

          2. Pull Up selama 1 menit minimal 10 repetisi dengan nilai 61 point.

          3. Sith Up selama 1 menit minimal 29 repetisi dengan nilai 61 point.

          4. Push Up selama 1 menit minimal 29 repetisi dengan nilai 61 point.

          5. Shuttle Run jarak 10 m X 3, waktu yang di tempuh 16 detik dengan nilai 100 point.

          6. Renang dengan jarak 25 m (mutlak).


  1. Mental Ideologi (Sub Panda dan Panda)

    1. Tertulis

    2. Wawancara


  1. Psikologi (Sub Panda dan Panda)

    1. Tertulis

    2. Wawancara

    3. Fisik (out bond)


  1. Akademik (Panpus)

    1. Matematika (IPA/IPS)

    2. Fisika(IPA)

    3. Kimia(IPA)

    4. PPKn/Pancasila(IPA/IPS)

    5. Biologi(IPA)

    6. Ekonomi(IPS)

    7. dll. Disesuaikan dengan kurikulum sekolah masing-masing.



  1. Pantukhir

Pantukhir merupakan penentuan akhir dari segala macam tes/uji. Dalam penetuan akhir ini setiap calon prajurit diharapkan tampil kedepan dengan memberikan pesona kharismatik masing-masing, karena biasanya panitia akan menilai secara langsung calon prajurit berdasarkan penilaian pada saat itu ditambah dengan hasil nilai tes/uji yang telah dilakukan. Hal ini sangat berpengaruh besar untuk kelulusan Anda, karena bisa saja nilai tes/uji Anda kurang bagus tapi penampilan Anda di depan para panitia sangat mengesankan sehingga Anda diluluskan.

SELAMAT BERJUANG…..!!!

KAPAL INDUK


USS Abraham Lincoln


Nama Kapal : USS Abraham Lincoln

Kelas : Nimitz

Berat : 95 Ton

Panjang : 333 Meter

Lebar : 77 Meter
kecepatan : 30 knot ( 15,4 m/s )

Daya Angkut : -90 Pesawat

-5000 awak kapal

Penggerak : 2 reaktor nuklir

Kapal Induk (Aircraft Career) merupakan salah satu sumber kekuatan suatu Negara, tak hanya di bidang pertahanan saja, di bidang keamanan pun bisa. Tugasnya adalah memindahkan kekuatan udara kedalam armada angkatan laut sebagai pendukung operasi operasi angkatan laut. Selain itu juga digunakan sebagai pusat komando operasi dan sebagai kekuatan detterence atau memberikan efek gentar pada lawan karena kekuatan udara yang dibawanya dalam satu kapal sama dengan jumlah kekuatan armada angkatan udara kebanyakan negara-negara di dunia. Suatu Negara akan berpikir 7 kali apabila mereka ingin menyerang Negara lain yang memiliki Kapal Induk, hal ini dikarenakan Kapal Induk memiliki daya gentar yang sangat besar dengan logika “Dimana ada Kapal Induk, disekelilingnya pasti ada kapal lain yang menjaga dan siap menyerang”.

Kapal Induk biasanya digunakan oleh suatu Negara yang membutuhkan pertahanan dan keamanan laut yang kuat. Selain itu para Petinggi/Perwira Militer Angkatan Laut juga bercokol di kapal induk. Hal ini untuk kemudahan pengoprasian/penugasan dalam menyelesaikan misi.

Kapal Induk terbagi atas beberapa tingkat. Bidang datar. Paling atas dipakai sebagai landasan. Di bawahnya hanggar atau dek penyimpanan pesawat. Elevator-elevator besar memindahkan pesawat dari satu tingkat ke tingkat yang lain. Juga ada ruang bengkel
pesawat, kamar-kamar tempat tinggal, ruang makan dan rekreasi, serta gudang-gudang penyimpanan bom, amunisi, dan persediaan makanan untuk beroperasi sampai 90 hari.

Kapal induk kelas Nimitz memiliki jaringan telepon sendiri yang menghubungkan seribu telepon. Kapal ini juga memiliki stasiun radio dan stasiun televisi sendiri untuk para awak dan awak kapal-kapal pengiringnya, dan menerbitkan surat kabar harian sendiri.

Kekuatan kapal induk adalah pesawat berbagai jenis yang siap di landasan dan yang disimpan di perutnya. Ada pesawat pengintai, buru sergap dan pembom tempur, disamping helikopter. Kelas Nimitz dilengkapi pesawat-pesawat tempur jet F-14 Tomcat dan F/A-18 Hornet.

Pesawat yang berpangkalan di kapal induk merupakan bagian dari kapal induk bersangkutan. Sebab itu pada pesawat yang mangkal di kapal induk USS George Washington akan tertulis nama kapal induknya: USS George Washington dan US Navy, artinya pesawat itu adalah pesawat angkatan laut Amerika Serikat.

Dalam penugasan ke garis depan, selain mengandalkan pesawat, kapal induk juga dikawal oleh sejumlah kapal perang jenis penjelajah (cruiser), perusak (destroyer), frigat, dan kapal selam (submarine). Kapal selam biasanya berlayar di depan, mengamati diam-diam perairan sekitar kalau-kalau ada ancaman. Selain itu sebuah pesawat pengintai atau helicopter patroli sepanjang waktu di udara. Satuan kapal induk beserta kapal-kapal perang pengiringnya ini disebut "carrier battle group" atau "gugus tempur kapal induk".

Panjang landasan di kapal induk memang sangat terbatas, sebab itu cara tinggal landas dan cara mendarat pesawat di kapal induk tidak dapat dilakukan seperti di landasan darat. Untuk tinggal landas, pesawat konvensional dibantu dengan semacam pelanting. Kapal induk akan bergerak dengan kecepatan penuh menyongsong angin yang membantu mengangkat pesawat
sewaktu tinggal landas. Pada saat pesawat mendarat kapal juga bergerak cepat menyongsong angin, dan pesawat yang hendak menyentuh landasan ditangkap dengan 4 kabel baja yang direntangkan untuk menyambar kaitan yang diturunkan dari bagian ekor pesawat,
sehingga pesawat dapat dihentikan dalam jarak sekitar 90 meter.

Negara lain yang memiliki kapal induk, Rusia sekarang ini hanya memiliki sebuah kapal Induk yang operasional, Admiral Kuznetsov, tetapi berencana hendak membangun dua supercarrier dengan disain mutakhir. Inggris memiliki tiga kapal induk konvensional, Prancis memiliki sebuah kapal selam nuklir Charles de Gaulle, Italia memiliki dua kapal induk helikopter dan sedang membangun sebuah lagi untuk menggantikan satu yang sudah tua, Spanyol memiliki sebuah kapal induk helikopter dan sedang membangun sebuah lagi, India sedang membangun sebuah kapal induk dan membeli kapal induk Rusia Admiral Gorskov yang sudah dinon-aktifkan seharga 1,5 milyar dollar, dan Thailand juga memiliki sebuah kapal induk kecil Chakri Nareubet sejak tahun 1997 untuk mengamankan armada kapal-kapal penangkap ikannya.

Jenis-jenis Kapal Induk

Kapal Induk Nuklir

Kapal Induk ini menggunakan mesin bertenaga nuklir yang diperoleh dari reaktor nuklir yang berada pada kapal tersebut yang dihubungkan dengan turbin uap. Tenaga uap yang dihasilkan kapal Induk tersebut selain sebagai penggerak kapal juga digunakan sebagai sumber tenaga listrik serta tenaga uapnya digunakan sebagai pengatur tekanan pada catapult kapal induk untuk meluncurkan pesawat. Untuk Armada Amerika serikat kapal ini diberi kode CVN contoh kapal induk nuklir adalah USS Ronald Reagan, USS Kitty Hawk, USS Enterprise

Kapal Induk Konvensional

Kapal induk ini menggunakan mesin bertenaga diesel contohnya adalah 25 de Mayo (Argentina), Giuseppe Garibaldi (Italia), RTN Chakkri Narruebet (Thailand). Untuk Armada Amerika Serikat biasanya digunakan kode CV dan pada saat ini jarang digunakan.

Teknis Peluncuran Pesawat

Kapal Induk Konvensional (CTOL/Conventional Take Off Landing)

Kapal induk jenis ini biasanya berukuran besar karena geladaknya digunakan sebagai tempat pendaratan dan peluncuran pesawat secara convensional (biasa). Dilengkapi dengan catapult untuk meluncurkan pesawat dan kabel arrester (penahan) untuk membantu pendaratan pesawat, karena panjang geladak kapal induk lebih pendek daripada panjang landasan di pangkalan. Selain tempat parkir pesawat selain ruangan yang berarda pada lambung kapal. Kapal Kapal Induk yang digunakan US Navy rata rata adalah kapal induk jenis ini. Contoh : USS Ronald Reagan, USS John F Kennedy. Kiev(Rusia), 25 de Mayo (Argentina), Foch dan Charles de Gaulle (Perancis)

Kapal Induk STOVL (Short Take Off Vertikal Landing)

Kapal induk ini biasanya berukuran sedang/ringan, memiliki Sky Jump yang digunakan untuk meluncurkan pesawat dan pendaratan pesawat dilakukan secara vertikal. Oleh karena itu pesawat pesawat yang digunakan adalah pesawat pesawat tempur jenis khusus semacam AV-8 Harrier (USA) , Harrier II Plus (Inggris), Yak 38 Forger, Yak 141 Freehand (Rusia) ataupun Helikopter. Pada pesawat tempur Rusia biasanya dilengkapi laser untuk memudahkan pendaratan. Hampir kebanyakan negara menggunakan kapal Induk Jenis ini karena memerlukan biaya perawatan dan operasional yang lebih rendah daripada kapal induk jenis CTOL. Contoh dari Kapal Induk Jenis ini adalah: HMS Invincible, HMS Ark Royal (Inggris), Giuseppe Garibaldi (Italia), Prince de Asturias (Spanyol), Viraat, Vikrant (India), Novorossysk (Rusia), Chakri Narruebet (Thailand), USS Tarrawa (USMC.)

Negara-negara pengguna kapal induk

  1. Amerika Serikat

  2. Rusia

  3. Perancis

  4. Inggris

  5. China

  6. India

  7. Italia

  8. Spanyol

  9. Brasil

  10. Thailand

Negara-negara yang pernah menggunakan kapal induk

  1. Jepang

  2. Australia

  3. Belanda

  4. Argentina



Sumber : Wikipedia